Kalau lo pernah nonton Premier League era 2016–2018, lo pasti pernah lihat Coutinho ambil bola dari tengah, ngelewatin dua pemain, terus nembak melengkung ke pojok kiri atas.
Gak ada yang bisa nebak. Tapi buat Coutinho? Itu kayak kebiasaan.
Dia punya julukan “The Little Magician”, dan waktu itu, semua serangan Liverpool ngikut alur sulapnya. Tapi sayangnya, setiap pesulap kadang juga bisa kehilangan sentuhan.

Awal Karier: Dari Brasil ke Eropa, Langsung Jadi Bakat Emas
Philippe Coutinho lahir 12 Juni 1992 di Rio de Janeiro, dan mulai main di akademi Vasco da Gama. Umur 16, Inter Milan udah ngunci dia — tanda bakatnya gak main-main.
Tapi di Inter, dia gak dikasih banyak ruang. Setelah sempat dipinjam ke Espanyol (di bawah Mauricio Pochettino), kariernya mulai kelihatan arah.
Sampai akhirnya, Liverpool datang. Dan itu jadi titik naik pertamanya.
Liverpool: Di Sini Sulapnya Dimulai
Datang tahun 2013 dengan harga “murah” (sekitar £8 juta), Coutinho langsung bikin Anfield jatuh cinta.
Di era Brendan Rodgers dan kemudian Jürgen Klopp, Coutinho jadi:
- Raja assist dan long shot Liverpool
- Pemain yang selalu bisa buka pertahanan parkir bus
- Playmaker, winger, gelandang serang — semua bisa dia isi
- Spesialis gol spektakuler
Coutinho itu gak tinggi (171cm), tapi punya visi luas, kaki kanan halus banget, dan insting buat tembak bola dari mana aja.
Musim 2016–17:
- 13 gol + 7 assist
- Jadi motor serangan bareng Mane & Firmino
- Dihormati fans karena mainnya bukan cuma efektif, tapi indah
Tapi begitu Barcelona datang dengan koper uang, cerita berubah.
Barcelona: Transfer Mahal, Tekanan Gila, dan Bayangan Neymar
Januari 2018, Barca nebus Coutinho dengan harga €160 juta (termasuk add-ons). Harapannya?
- Gantiin peran Neymar
- Tambah kreativitas di lini tengah
- Jadi penghubung Messi & lini serang
Tapi yang terjadi:
- Coutinho bingung perannya di Barca. Main sebagai winger kiri? Bukan tempat terbaiknya.
- Gaya main Barca (possession-heavy) beda banget sama Liverpool yang cepat dan langsung.
- Tekanan harga mahal bikin mentalnya goyang.
Meskipun sempat bikin gol-gol keren, dia gak pernah benar-benar nyatu.
Musim 2019/20, dia malah dipinjamkan ke… Bayern Munich.
Ironisnya?
Di Bayern, dia:
- Menang Liga Champions
- Bikin brace lawan… Barcelona (8-2)
- Jadi pemain rotasi yang efektif
Tapi tetap, itu bukan rumahnya.
Aston Villa & Comeback Kecil
Musim 2022, Coutinho reunian sama Steven Gerrard di Aston Villa.
Awal datang: langsung gacor. Bikin gol, kasih assist, dan mulai kelihatan senyum lamanya balik lagi.
Tapi sayangnya, efeknya gak bertahan lama. Setelah Gerrard out, performa Coutinho ikut turun.
Masalah cedera, kurang konsistensi, dan gaya main Villa yang berubah bikin dia makin tenggelam.
Karakteristik Gaya Main
Coutinho punya ciri khas yang gak bisa ditiru sembarang orang:
- Cut inside dari kiri lalu curl ke pojok kanan
- Dribble pendek yang halus banget
- Operan yang selalu nyari celah tersembunyi
- Insting buat nembak dari jarak jauh tanpa aba-aba
Dia bukan pemain fisikal. Tapi dia main pake otak, timing, dan improvisasi.
Timnas Brasil: Ada, Tapi Gak Jadi Pilar Utama
Coutinho selalu masuk skuad Brasil, tapi gak pernah benar-benar jadi pemain tak tergantikan.
Dia:
- Ikut Piala Dunia 2018 (bikin gol indah lawan Swiss & Kosta Rika)
- Juara Copa América 2019
- Tapi sering kalah saing sama pemain lain kayak Neymar, Lucas Paquetá, atau Vinicius Jr.
Timnas sayang sama dia, tapi gak bisa terus nunggu dia stabil.
Sekarang: Apa Selanjutnya?
Coutinho belakangan sempat dipinjamkan ke Qatar, rumor MLS juga sempat muncul.
Dia masih baru 32 tahun — secara teknis masih bisa ngasih banyak.
Tapi jelas, pesulap ini butuh panggung baru.
Bukan soal uang. Tapi soal tempat yang ngerti cara kerja sihirnya.
Kesimpulan
Philippe Coutinho adalah simbol bagaimana karier bisa berubah drastis — dari magician ke “pemain yang dicari-cari perannya.”
Tapi dia juga simbol harapan:
- Kalau lo punya sentuhan emas, lo gak akan pernah hilang
- Gaya main kayak dia selalu punya tempat di sepak bola
- Dan dengan lingkungan yang tepat, sihir itu bisa balik kapan aja.
Mau comeback atau pensiun pelan-pelan, Coutinho tetap salah satu playmaker paling estetik dekade ini.